Laman

Senin, 25 Februari 2013

MANUSIA : basyar, ins, insan, naas, anam


Al-Qur’an diturunkan sebagai rahmat dan hidayah bagi umat manusia. Sudah barang tentu ia tidak akan lalai menggambarkan dan menjelaskan jatidiri manusia yang sebenarnya, agar mereka mengerti dan tidak keliru bersikap. Sungguh, kesalahan-kesalahan terbesar yang menimpa berbagai pemikiran dan filsafat seringkali berawal dari kesalahan definisi atau cara pandang terhadap jatidiri manusia ini.

Definisi “manusia” sendiri telah menjadi obyek perdebatan klasik dalam khazanah pemikiran umat manusia. Mungkin, pertanyaan tentang “siapa aku” sudah setua kehadiran manusia itu sendiri, dan berbagai jawaban telah begitu banyak diberikan. Terkadang, satu sama lain saling bertentangan secara diametral dan tak terjembatani.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana Al-Qur’an mendefinisikan “manusia”? 

Sesuai dengan tradisi Islam, sebagaimana dijelaskan sebenarnya ada dua cara untuk memformulasikan sebuah definisi, yaitu hadd ( الحد ) dan rasm ( الرسم ). 
Yang pertama berarti spesifikasi yang tepat atau ringkas tentang karakteristik khas dari sesuatu hal, sedangkan yang terakhir berarti deskripsi sifat dari sesuatu hal. Menurut beliau, perbedaan ini menunjukkan bahwa ada hal-hal yang dapat kita definisikan secara khusus mengenai bagaimana tepatnya dan karakteristiknya yang khas, dan ada pula hal-hal yang mana kita tidak bisa terlalu memastikannya, namun kita hanya dapat memastikan dengan menggambarkan sifat-sifatnya. 

Walaupun sebagian pemikir muslim merumuskan hadd manusia dalam kalimat al-hayawan an-nathiq (hewan yang berpikir), namun – dengan melihat cara Al-Qur’an mendefinisikan manusia – definisi ini belum mencakup keseluruhan karakternya. Dalam hal ini, Al-Qur’an menggunakan rasm dengan menggambarkan sifat-sifat “manusia”, salah satunya dengan memakai istilah berbeda untuk menyebut mereka, yaitu: basy`r, ins, insan, naas, dan anam. Masing-masing istilah ini menunjuk kepada kualitas dan entitas tertentu dalam diri mereka. Mari kita kaji satu persatu.

Pertama, basyar ( البشر ). Disebutkan dalam Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an, bahwa istilah ini berasal dari kata dasar basyarah ( البشرة ), artinya bagian permukaan kulit, sedangkan adamah ( الأدمة ) adalah bagian dalamnya. Manusia disebut dengan basyar karena kulit mereka lebih banyak terlihat di permukaan tubuhnya dibanding rambut, berbeda dengan hewan yang umumnya lebih banyak ditutupi bulu, rambut, dan wool. Dari kata dasar yang bermakna “kulit” ini pula muncul istilah mubasyarah ( المباشرة ), artinya persentuhan kulit dengan kulit secara langsung, dan bangsa Arab memakainya sebagai kiasan dari hubungan suami istri. Kabar gembira juga disebut dengan bisyarah ( البشارة ) dan busyra ( البشرى ), karena ketika seseorang bergembira maka darah menyebar ke seluruh kulitnya sehingga tampak nyata perubahannya, terutama pada wajah. Dengan demikian, ketika manusia disebut basyar dalam bahasa Arab, yang dimaksud adalah entitas fisik yang makan, minum, berjalan di pasar, beranak-pinak, berubah dari kecil menjadi dewasa, dan akhirnya mati. Basyar adalah manusia secara biologis dan fisiologis; sebagai materi di alam raya ini. Ini pula inti gugatan kaum kafir kepada para Nabi yang dikirim kepada mereka, karena secara fisik mereka adalah basyar, makhluk berbadan wadak seperti umatnya. Hanya saja, mereka mendapatkan wahyu dari Allah, dan inilah yang membuat mereka berbeda dari manusia lainnya. Kata basyar muncul 35 kali di dalam Al-Qur’an.

Kedua, ins ( الإنس ). Menurut Dr. ‘Aisyah ‘Abdurrahman Bintu Syathi’ dalam Maqal Fil Insan, kata ini selalu mucul beriringan dengan kata jinn ( الجن ) di dalam Al-Qur’an, sebagai dua istilah yang saling berlawanan; dan jumlahnya ada 18 tempat. Secara bahasa, ins berarti jinak, akrab, ramah, menyenangkan; dan kesan ini berkebalikan dengan istilah jinn yang artinya “tertutup” atau “tersembunyi”, sehingga menimbulkan kesan liar, misterius, menakutkan. Kata ins juga merupakan lawan dari nufur ( النفور ), yakni lari menjauh. Bagian dari seekor hewan yang menjadi tempat paling mudah ditunggangi, yakni punggung, disebut dengan insiyyu ( إنسي ); demikian pula bagian belakang busur yang menghadap ke pemanah. 

Syeikh Raghib al-Ashfahani mengatakan bahwa manusia disebut dengan ins karena mereka tidak bisa hidup tanpa saling akrab dan membantu satu sama lain; atau karena manusia cenderung akrab dengan segala sesuatu yang biasa dilakukannya. Jadi, istilah ins ini merujuk kepada karakter umum jenis manusia yang saling membantu, akrab, dan ramah. Manusia sebagai ins adalah “makhluk sosial” yang cenderung tinggal di keramaian, membentuk keluarga dan kelompok, bekerjasama, dst. Inilah fitrah manusia yang telah Allah tanamkan, berkebalikan dengan bangsa jin yang suka tempat-tempat sunyi, penyendiri, dan cenderung jahat. Jika kita membandingkan sifat-sifat alami manusia dengan sifat-sifat asasi jin – misalnya, yang dijelaskan Al-Qur’an dalam surah al-Jinn – maka kita akan memahami seberapa besar perbedaan diantara kedua makhluk ini, meskipun ada titik-titik persamaan diantara mereka.

Ketiga, insan ( الإنسان ). Analisis yang dilakukan Bintu Syathi’ terhadap penggunaan istilah ini di 65 tempat dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa – secara bahasa – insan memang memiliki akar yang sama dengan ins, namun apa yang ditunjuk olehnya bukan lagi karakter umum seperti sudah disebutkan diatas. Dalam Al-Qur’an, kata insan selalu bermakna kenaikan menuju tingkatan yang membuatnya cakap menjadi khalifah di muka bumi, serta sanggup memikul konsekuensi taklif dan amanah kemanusiaan. Sebab, ia telah diistimewakan dengan ilmu, bayan, akal, dan tamyiz (kemampuan memilah). 

Kenyataan ini disertai dengan aneka rintangan yang pasti menghadangnya berupa ujian baik maupun buruk, fitnah lalai karena merasa kuat dan mampu, ditambah perasaan sebagai makhluk yang menempati posisi tertinggi di alam semesta sehingga bisa menyeretnya menuju kesombongan dan ujub. Perasaan inilah yang seringkali menjerumuskan manusia (insan) dan membuatnya lupa bahwa ia pada dasarnya makhluk yang lemah, yang sedang menempuh kehidupan dunia dari alam tak dikenal menuju alam gaib. Dengan kata lain, ketika disebut sebagai insan, maka yang dimaksud adalah kualitas-kualitas spesifik dan istimewa dalam diri manusia yang membuatnya layak menerima kekhilafahan, taklif, dan dilebihkan diatas malaikat.

Pendeknya, manusia sebagai insan adalah makhluk yang secara sengaja didesain untuk mencicipi pahala dan siksa, karena telah dipersiapkan sedemikian rupa untuk menanggung taklif.

Keempat, naas ( الناس ). Dijelaskan dalam Lisanul ‘Arab, bahwa kata ini berasal dari nawasa ( نوس ), artinya bergerak, tidak menetap pada satu keadaan, bimbang. Aslinya adalah anas ( أناس ), lalu diringankan menjadi naas ( الناس ). Di dalam Al-Qur’an, istilah naas biasanya disebut secara tersendiri, atau menjadi kebalikan dari jinnah (bangsa jin), misalnya dalam surah an-Naas. 

Salah seorang raja Yaman ada yang digelari Dzu Nuwas, karena memiliki dua kepang / kuncir rambut yang bergerak-gerak di pundaknya, atau di punggungnya. Ranting pohon yang kecil dan mudah bergerak ditiup angin disebut dengan yanus ( ينوس ), dan bangsa Arab menyebut seseorang yang tidak bisa tenang / diam sebagai nawwas ( نواس ). Banyak istilah-istilah lain yang berakar dari sini dan seluruhnya mengandung makna tidak tetap atau terus bergerak, seperti nuwwas (sesuatu yang digantung di langit-langit), nuwas (bekas jaring laba-laba yang telah lama ditinggalkan), nuwasi (setandan anggur yang panjang), dll.  

Menurut Bintu Syathi’, kata naas muncul sekitar 240 kali dalam Al-Qur’an, dan biasanya dipakai untuk menyebut spesies makhluk bernama “manusia” secara umum. Tampaknya, ketika manusia disebut dengan naas, yang ditunjuk adalah kecenderungan mereka untuk terus berubah, bergerak, tidak menetap pada satu keadaan, atau berkembang dan dinamis. Mungkin, ini pula yang menjadi rahasia mengapa istilah naas diperlawankan dengan jinnah, sebab bangsa jin cenderung statis dan tidak berkembang kehidupannya. Wallahu a’lam.

Kelima, anam ( الأنام ). Menurut az-Zabidi dalam Tajul ‘Arus, bentuk dasarnya adalah anama ( أنم ), dan ada yang menyatakan pula bahwa aslinya adalah wanama ( ونم ), menjadi wanam ( ونام ), lalu diringankan menjadi anam ( أنام ), artinya: mengeluarkan suara dari dalam dirinya sendiri. Bangsa Arab menggunakan istilah ini untuk menunjuk semua makhluk yang ada di permukaan bumi, termasuk manusia. Di dalam Al-Qur’an, kata ini muncul sekali dalam surah ar-Rahman: 10, dan menurut para mufassir berarti bangsa jin ( الجن ) dan manusia ( الإنس ) sekaligus. Jadi, istilah ini sesungguhnya tidak spesifik menunjuk pada manusia saja.

Singkatnya, Al-Qur’an berusaha menjelaskan kepada kita misteri dan hakikat diri kita sendiri dengan menggambarkan sifat-sifat asasi yang sudah Allah tanamkan. Dapat kita mengerti dari sini bahwa manusia adalah makhluk yang secara fisik berbeda tampilannya dengan hewan pada umumnya, dan ia bisa berbicara atau mengeluarkan suara dari dalam dirinya sendiri. Sedangkan menurut fitrahnya, manusia digambarkan cenderung bersifat ramah, akrab, saling menolong, dinamis, terus bergerak, dan selalu memperbaiki diri, yang mana kualitas-kualitas inilah yang memungkinkan mereka untuk dibekali ilmu, bayan, akal, dan tamyiz yang membuat mereka cakap mengemban kekhilafahan, taklif, dan amanah-amanah lainnya di muka bumi. 

Wallahu a’lam.

Senin, 18 Februari 2013

SUNGGUH TERAMAT BANYAK SEKALI KELALAIAN KITA


SUNGGUH TERAMAT BANYAK SEKALI KELALAIAN KITA MENUNAIKAN KEWAJIBAN DALAM BERSYUKUR AKAN NIKMAT-NIKMAT ALLAH SWT 

Maha suci Allah yang melimpahkan karunia hikmah pada pribadi - pribadi yang terpilih dan Janganlah sampai kita menjadi orang -orang yang yang syirik lahir batin serta kufur akan nikmatnya dan durhaka pada anak'' dan orang tua kita karena tidak mengajarkan nasehat-nasehat yang dicontohkan Allah dalam al-furqon. Karena sejatinya tujuan penciptaan manusia adalah hanya untuk menyembah-Nya, dan tujuan utama dari suatu pendidikan adalah menjadikan anak-anak kita sebagai manusia mulia, yakni manusia yang bertakwa pada Allah Ta’ala


وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya
(QS. Al Isro’ : 23).


وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak
(QS. An Nisa’: 36).


قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak
(QS. Al An’am: 151).


اذا اوصل الحق تعالي اليك نعمة علي يد انسان سواء كانت دينية او دنيوية فعليك في ذالك وظيفتان ا حدهما أنتشهد انفراد الله تعالي بذالك فلا ترين النعمة الا منه وحده وهذا هو حق التوحيد


Ketika allah mendatangkan kepadamu kenikmatan atas tangan insan baik kenikmatan itu berupa kenikmatan seperti yang diniyah (agamawi) atau pun kenikmatan Duniawi maka di wajibkan atasmu untuk membersihkan keduanya Adapun yang pertama dirimu (insan) harus beri'tiqad dalam penyaksian mu pada saat terpisahnya allah ta'ala pada kedua nikmat itu maka janganlah engkau melihat kedua nikmat itu kecuali melihatmu bahwasanya kedua nikmat itu dari allah dan dari keESAanNya semata .

قال تعالي

Nasehat untuk selalu bersyukur kepada Allah



وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: 
Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji
(QS. Lukman: 12)

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ


Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb-mereka
(al-ann'am : 1)

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ


Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia



وَالَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ مَا أَمَرَاللهُ بِهِ اَنْ يُوْصَلَ ﴿ الرعد :۲۳ 

Dan orang-orang yang menyambung (penyampai) perkara yang Allah Ta’ala perintahkan untuk manyambungnya yaitu silaturrahim

والثانية انتشكر من وصلت اليك علي يده بأن تدعوله وتثني عليه امتثالا لأمرالله تعالي وعملا بما جاءت به الشريعة 

Yang kedua supaya dirimu selalu berterima kasih pada siapa saja yang telah menyampaikan semua Nikmat yang datang kepadamu dengan mendoakan serta memuji orang tersebut karena itu itba' atau mengikuti perintah allah dan mengamalkan perkara yang datang kepadamu secara syari'at

========================================
قال تعالي

وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا

dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu.

Dan pengagungan (penghormatan) kepada kedua orangtua merupakan kelaziman dari pengagungan kepada Allah, oleh karena itu Allah menggandengkan perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua dengan pengESAan Allah dan beribadah kepadaNya, maka barangsiapa yang tidak memanfaatkan (kesempatan ini) untuk berbuat baik kepada mereka berdua, terlebih lagi jika mereka berdua telah jompo, maka dia sangat layak dan pantas untuk dihinakan dan direndahkan.

وَوَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ


Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. 
(QS. Lukman 31:14)


وَوَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْراً

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.
(QS. Al Ahqoof 46:15)



Ibumu (yang selama sembilan bulan) mengandungmu dalam keadaan lemah, dan semakin bertambah kelemahannya, dengan kesakitan yang selalu dialaminya, semakin engkau tumbuh maka semakin terasa berat yang dirasakannya dan semakin lemah tubuhnya. Kemudian tatkala akan melahirkanmu ia mempertaruhkan nyawanya dengan sakit yang luar biasa, ia melihat kematian dihadapannya namun ia tetap tegar demi engkau. 
Maka di wajibkan kepadamu

{ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً }

Berbuat baiklah pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya 

“Berbuat ihsan (kebaikan) kepada kedua orangtua bisa dengan perkataan, bisa dengan perbuatan, dan bisa dengan harta. Dengan perkataan misalnya ia berkata kepada mereka dengan perkataan mulia yang penuh lemah lembut…dengan perbuatan misalnya dengan membantu mereka dan mengerjakan perkara-perkara yang berkaitan dengan kemaslahatan mereka. 

Membantu dengan fisik seperti jika mereka berdua lemah maka ia membantu (membopong) mereka bahkan tatkala mereka hendak tidur atau hendak berdiri dan tatkala hendak duduk…dan dengan harta yaitu wajib bagi sang anak untuk berbuat baik kepada orangtua dengan mengorbankan hartanya yaitu dengan memberi mereka nafkah untuk seluruh yang mereka butuhkan, seperti pakaian, makanan, minuman, tempat tinggal jika ia mampu untuk melakukannya

Tatkala engkau lahir dan berada di sisinya maka hilanglah semua rasa sakit itu, ia memandangmu dengan penuh kasih sayang, ia meletakkan segala harapannya kepadamu. Kemudian ia bersegera sibuk mengurusmu siang dan malam dengan sebaik-baiknya dipangkuannya, makananmu adalah susunya, rumahmu adalah pangkuannya, kendaraanmu adalah kedua tangannya. 

Ia rela untuk lapar demi mengenyangkanmu, ia rela untuk tidak tidur demi menidurkanmu, ia mendahulukan kesenanganmu di atas kesenangannya. Ia sangat sayang kepadamu, sangat mengasihimu.


وقال رسول الله من لم يشكر القليل لم يشكر الكثير ومن لم يشكر الناس لم يشكر الله 

Dan rosululloh saw bersabda : Siapa saja yang tidak bersyukur atas rezeki yang sedikit maka dia tidak akan bisa bersyukur ata rezeki yang banyak , dan siapa saja yang tidak mau bersyukur pada sesama manusia maka dia tidak bisa bersyukur pada allah .

Rabu, 13 Februari 2013

MEMAHAMI KATA WIHDATUL ADYAN (kesatuan agama)


Pada dasarnya agama-agama berasal dari dan akan kembali kepada pokok yang satu, karena memancar dari cahaya yang satu. Pandangan ahli wahdah tegas bahwa pada dasarnya agama yang dipeluk oleh seseorang merupakan hasil pilihan dan kehendak AL-ILAH bukan sepenuhnya pilihan manusia sendiri.  
Dan hal ini merupakan konsekuensi dari kesadaran diri atas ‘kehadiran’ AL-ILAH di setiap tempat dalam semua agama. Menurutnya, penyembahan melalui konsep monoteisme atau politeisme tak masalah bagi AL-ILAH karena pada dasarnya hanya berkaitan dengan logika, yakni yang satu dan yang banyak. Dari situ, jika ditelusuri akan dijumpai kepercayaan-kepercayaan yang apabila ditafsirkan akan mengarah kepada satu AL-ILAH ... 

Konsep WAHDATU AL-ADYAN ini, memaknai konsep pluralisme lebih sebagai upaya bagaimana memahami dan menghormati sebuah perbedaan bukan mempermasalahkan perbedaan keIMANAN. Namun bukan berarti konsep ini menghendaki usaha penyatuan agama (sinkretis) atau pencampuradukan agama-agama atau mempersalahkan melompat-lompat dari satu agama ke agama yang lain, justru konsep ini menghendaki sesesorang memeluk dengan konsekuen agama yang diyakininya tanpa embel-embel dan pemberian label negatif terhadap agama yang lain ... BAGI yang suka terbakar dengan konsep PLURALISME ... Sungguh kasihan sekali kalian .... TERJEBAK PADA AGAMA ... bagai mana KALIAN menuju KEMERDEKAAN (khaiya 'alal falaakh ) seperti PETUNJUK ROSULmu ... agama yang seharusnya menjadi pemersatu malah menjadi pemisah satu sama lainnya sehingga semakin terkotak-kotak.

راْيت ربي بعين قلب
فقلت من اْنت قال اْنت

Aku melihat Tuhanku dengan mata hati
Maka aku bertanya, "siapa kamu?"
Dia menjawab: "kamu....

syaikhunaa- Al-Husain bin Manshur al-Hallaj.

PESAN-PESAN BELIAU

 1. Allah menghijab mereka dengan Nama, lantas mereka pun menjadi hidup. Seandainya Dia menampakkan Ilmu Qudrat pada mereka, mereka akan hangus. Seandainya hijab hakikat itu disingkapkan niscaya mereka mati semua.

2. Tuhanku, Engkau tahu kelemahanku jauh dari rasa bersyukur kepadaMu, karena itu bersyukurlah pada DiriMu bukan dariku, karena itulah sesungguhnya bersyukur, bukan yang lain.

3. Siapa yang mengandalkan amalnya ia akan tertutupi dari yang menerima amal. Siapa yang mengandalkan Allah yang menerima amal, maka ia akan tertutupi dari amal.

4. Asma-asma Allah Ta’ala dari segi pemahaman adalah Nama ansich, tapi dari segi kebenaran adalah hakikat.

5. Bisikan Allah adalah bisikan yang sama sekali tidak mengandung kontra.

6. Suatu ketika Al-Hallaj ditanya tentang al-Murid, “Ia adalah orang yang dilemparkan menuju kepada Allah, dan tidak akan berhenti naik sampai ketika ia sampai.”

7. Sama sekali tidak diperbolehkan orang yang mengenal Allah Yang Maha Tunggal atau mengingat Yang Maha Tunggal, lalu ia mengatakan, “Aku mengenal Al-Ahad” padahal ia masih melihat individu-individu lainnya.

8. Siapa yang dimabukkan oleh cahaya-cahaya Tauhid, ia akan tertutupi dari ungkapan-ungkapan Tajrid (menyendiri bersama Allah). Bahkan, siapa yang dimabukkan oleh cahaya-cahaya Tajrid, ia akan bicara dengan hakikat Tauhid, karena kemabukan itulah yang bicara dengan segala hal yang tersembunyi.

9. Siapa yang menempuh kebenaran dengan cahaya Iman, maka ia seperti pencari matahari dengan cahaya bintang gemintang.

10. Ketika Allah mewujudkan jasad tanpa sebab, demikian pula Allah mewujudkan sifat jasad itu tanpa sebab, sebagaimana hamba tidak memiliki asal usul pekerjaannya, maka, hamba itu pun tidak memiliki pekerjaannya.

11. Sesungguhnya Allah Ta’ala, Maha Pemberi Berkah dan Maha Luhur, serta Maha Terpuji, adalah Dzat Yang Esa, Berdiri dengan DiriNya Sendiri, Sendiri dari yang lain dengan Sifat QidamNya, tersendiri dari yang lainNya dengan KetuhananNya, tidak dicampuri oleh apa pun dan tidak didampingi apa pun, tidak diliputi tempat, tidak pula di temukan waktu, tidak mampu difikirkan dan tidak bisa tercetus dalam imajinasi, tidak pula bisa dilihat pandangan, tidak bisa diarusi kesenjangan.

12. Akulah Al-Haq, dan Al-Haq (Allah) Benar, Mengenakan DzatNya, di sana tak ada lagi perbedaan.

13. Ketika ditanya tentang Tauhid, ia menjawab, “Memisahkan yang baru dengan Yang Maha Dahulu, lalu berpaling dari yang baru dan menghadap kepada Yang Maha Dahulu, dan itulah hamparan Tauhid.

14- Beramallah sebanyak yang kamu mau namun rahasiakanlah amalmu sampai dirimu sendiri tiada melihat pada amal itu

15- Aqal bertugas untuk mengkaji sesuatu yang tak terbatas apakah hanya dengan bahasa kamu sekalian lupa dengan makna yang tersirat dari kata yang terucap ,,,
16- Syukuri dari hal terkecil dan ilmu bukan menjadi hijabmu dariNya  


Selasa, 12 Februari 2013

PENGERTIAN SIMBOL SEBUTAN DALAM TASAWUF



السالك هو الذي مشي علي المقامات بحاله لا بعلمه وتصور ه

Yang di maksud dengan Salik adalah orang yang berjalan pada beberapa kedudukan dengan Tingkahnya bukan dengan Ilmunya dan tingkahnya itu sendiri menggambarkan Ilmunya dengan tingkah yang di amalkannya 


وينقسم الي ثلا ثة اقسام المبتدئ وهو اهل الشريعة وعلمه بعلم اليقين وعلامه عالم الناسوت والمتواسط وهو اهل الطريقة وعلمه بعين اليقين وعلامه عالم الملكوت والمنهي وهو اهل الحقيقة وعلمه بعلم الله اي بحق اليقين وعلامه عالم الجبروت واللاهوت

Dan maqomat salik itu di bagi menjadi 3
 : 
MUBTADI'I yaitu Orang'' syairi'at dan ilmunya itu ilmu yaqin dan alamnya itu disebut alam para demit jim syetan (nasut)

MUTAWASHITH yaitu orang-orang Thoriqoh dan ilmunya itu disebut 'ainul yaqin dan alamnya itu disebut alam para malaikat (taat) dengan ketatapanNya .

MUNTAHI yaitu Orang-orang Haqiqat Dan ilmunya itu di sebut ilmunya allah / haqqul yaqin dan alamnya di sebut alam jabarut (nabi dan rosul) serta alam lahut (tanpa batas) karena keluasaan allah itu tidak bisa di ukur dan di 
kira'' dan semua yang ada itu HAQ milik allah semata


فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ


Syariat adalah kepatuhan diri untuk tetap dengan agama Allah, untuk mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

الشريعة لامتثال أوامر الله واجتناب نواهيه ظاهرا وباطنا مع استشعار 
التعظيم لله والهيبة والخشية والرهبة من الله تعالى 

Di umpakan Amaliyah Untuk mematuhi perintah Allah dan menghindari larangan-Nya baik dalam dan luar dengan Ibadahnya diri (kepada Allah) dan ketakwaannya (dari Allah) semata.

وقال ايضا الشريعة هو الذي يتصور ويلاحظ معني لااله الا الله بمعني لا معبود الاالله اي بشهودما من العبد الي الله او من عبد الي العبد

Dan pendapat yang lain mengatakan yang di maksud dengan syari'at adalah seseorang yang menemukan / melihat dengan pemahaman makna LA ILAA HAILLALLAH dengan makna Tidak ada yang di sembah kecuali allah, intinya dalam penyaksiannya di semua ibadah itu dari Hamba kepada allah / dalam perkara umum dari hamba pada hamba, puji hudus pada hudus / hudust ala qodim


وثانيها الا الله وهو حمد القلب الذي يسمى بالطريقة وعلامه عالم الملاكوت 

KEDUA : mengucapkan ILLALLAH yaitu menjadi pujinya HATI dan di sebut dengan sebutan pujinya orang THORIQOH adapun alamnya orang thoriqoh di sebut alam MALAKUT 


وَطَرِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ


Thoriqoh berarti mengikuti tindakan / tingkah laku dan pencegahan Nabi muhmamad sawdalam kebiasaannya, seperti wara'a (untuk menghindari hal-hal yang sah dalam ketakutan masuk ke hal-hal yang melanggar hukum) dan untuk membuat tekad yang kuat, seperti riyadah (untuk melatih jiwa dan tubuh akan terbiasa untuk melakukan perbuatan baik) terlibat dalam hanya Allah itu berpikir.


وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَائِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَافِلِينَ

” Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).”

Al-Jin ayat 11 :

وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا

” Dan Sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shaleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.”

dalam Surat Al-Jin ayat 16 :

وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لأسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

” Katakanlah (hai Muhammad):

“Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya:

Telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami Telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan.”

Kata “ thoriqoh “ dalam ayat itu berarti “ agama Islam “
demikian beberapa makna thoriqoh dari segi bahasa.

وقال ايضا هو الذي يتصور ويلاحظ معني لااله الا الله بمعني لا مقصود الا الله اي بشهودما من الله الي العبد


Dan pendapat yang lain mengatakan yang di maksud dengan thoriqoh adalah seseorang yang menemukan / melihat dengan pemahaman makna LA ILAA HAILLALLAH dengan makna Tidak ada yang di tuju kecuali allah intinya dalam penyaksiannya orang thoriqoh di semua ibadah itu dari allah kepada hamba / dalam perkara umum dari allah pada hamba, puji qodim pada hudus 
.

لأن وجود عند اهل الشريعة والطريقة وجودان وهو وجود الحق المعبود ووجود الخلق هو العابد اي انسان ووجود الحق هو المقصود ووجود الخلق هو القاصد

Karena dalam pemahaman orang syariat dan orang thoriqoh itu masih ada wujud dua yaitu wujud yang Haq yang di sembah dan wujud ciptaan yaitu yang menyembah (insan) dan wujud haq yaitu yang di maksud dan wujud ciptaan yaitu orang yang mencari yang di maksud

Sabtu, 09 Februari 2013

ALLAH DALAM KEKALNYA



هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ 


Kenapa Ilahku Di tasybih dengan 'arobNya
Padahal Jelas Tanzih Dalam Muhith
Menjadikan hambaNya sholeh Dalam Ma'iyahNya

Menjadikan 'abid dalam MuqorribNya
TerangNya ma'rifah hanya Dalam TauhidNya
Itulah dalil memandang agar Qooribu al-aqrob.

Duduklah faqir bersenang-senang
Di tengah hari orang pun lengang
Di hari yang terikat dengan pikiran 
Waqtu itu tempat berpegang
supaya terus jalan memandang
Agar Tidak terjebak Gelap
Memandang Terang
Sya'ir ma'rifat Ilah dendangkan
Sebagian jawi Tasybih diuraikan
Siapa yang tahu Ilah fahamkan
Beribu makna Mampukah tuk di faham

Satu sya'ir Ilah karangkan
Sebagai Puji 'abid Sucikan
Jalan ma'rifat Pastilah terang
Banyak yang Ragu Himmahpun Terbang 
Kearah Mana Teran Dicari 
Jikalau Buta 'Abid Buta dan tuli
Banyak Yang sesat ditempat Terang
dunia akhirat Selalu Bimbang
...............
Wujud Yang Baqi' takkan tercapai
Didalam angan ... 'Abid terlalai
HaYal menjadi Tuhan bandingan
Pandang muntahi dalam Bimbingan
Hanyalah Adam sempurna Bayang
Dari pada Tempat sudahlah Hilang

Jelaslah Dia bernama Qodim
Halus dan kasar sudahlah licin
DihadiratNya Cumalah bermain
Apakah kehendak sudahlah Amin

Jalan syari'at sebelum terang
Diam disana jadi Jadi terpanggang
Tidak siapa tempat berpegang
Hanyalah amal tempat menopang
Jika tak Akhlish pahalapun Hilang
Pahamkah 'Abid jadi pahlawan
Nafsu yang terang dikira Tuhan 
Sangkanya Abid Paham ma'rifat 
Lampaui DIRI sungguh terlaknat
Utruk Nafsaka Sampailah DIA
Wujud wahid jami'nya ESA 
Dhohir dan batin pandang Kuasa
Tidak ada Hijab diam disitu
Orang syari'at sebelum karam
Prahu mengambang Dimana diam
Fariq-Nya jauh berubah jalan
Sauh tempat berlain Intan Tersimpan 

إذا غلب عليك الحال بفضل الله تعالى 
فلا تقدر على إثبات إنّيتك الوهمية 
بل لم يبق فيك إلا إثبات الحق سبحانه وتعالى

Pada Umumnya Tingkahnya 'abid itu adalah sebab keutamaanNya
Dan 'Abid itu tidak akan Kuasa menyangkal Niatnya yang bersifat hayaliyah , Akan tetapi tidak ada Ketetapan yang ada padamu kecuali Atas KetetapanNya Yang Maha suci semata.