Laman

Senin, 28 Januari 2013

SEJARAH BURDAH NABI MUHAMMAD SAW


Qasidah Burdah dikarang oleh Imam al-Busiri yang dilahirkan pada tahun 610 Hijrah (1213 Masehi) dan meninggal pada tahun 695 Hijrah (1296 Masehi). Ia diasuh oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari al-Qur'an dan ilmu pengetahuan yang lain. Untuk memperdalamkan lagi ilmu agama dan sastra Arab, Imam al-Busiri lalu pindah ke Kairo. Di Kairo, Imam al-Busiri menjadi seorang sastrawan dan penyair yang ulung. Kemahirannya dalam bidang syair mengatasi para penyair lain dizamannya. Karya-karya kaligrafinya juga terkenal dengan keindahannya. Gurunya yang paling utama adalah Abdul Abbas al-Mursi yang merupakan anak murid kepada pendiri tariqat Shazili yaitu Imam Abul Hasan as-Shazili.

Manuskrip burdah yang masih tersimpan











 Qasidah Burdah memiliki 160 bait (masih dalam proses pencarian karena ada pendapat mengatakan lebih, mungkin 180) yang ditulis dengan gaya bahasa atau uslub yang menarik, lembut dan elegan. Imam al-Busiri menerjemahkan kehidupan Nabi Muhammad saw kedalam bentuk bait-bait puisi yang sangat indah. Dengan bahasa yang begitu indah, Imam al-Busiri telah berhasil menanamkan kecintaan dan kasihnya umat Islam kepada Junjungan Besar Nabi Muhammad saw dengan lebih mendalam. Selain dari rasa kecintaan dan kasih yang mendalam terhadap Nabi saw, nilai-nilai sastra, sejarah dan moral juga terkandung dalam qasidah tersebut. Karenanya, tidak heran bila qasidah ini selalu saja dibaca di lembaga-perguruan tradisional malah qasidah ini juga diajarkan di Universitas al-Azhar, Mesir.

 Imam al-Busiri hidup dalam zaman transisi atau perpindahan kekuasaan dinasti Ayyubiyyah ke dinastik Mamalik Bahriyah. Pada saat itu, kerusuhan politik semakin gawat, akhlak masyarakat merosot dan para pemerintah terlalu mengejar kemewahan. Maka dalam suasana serba kekalutan itu, muncullah Qasidah yang dikarang oleh Imam al-Busiri yang seakan-akan mengajak manusia kembali mencontoh kehidupan Nabi saw yang berbasis uswatun hasanah yakni suri tauladan yang baik, mengontrol hawa nafsu dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya yang berbasis al -Quran dan Hadits.

 Burdah yang menjadi tema utama dalam karya al-Busiri itu adalah merujuk kepada jubah / selendang putih yang dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Burdah milik Nabi Muhammad saw ini telah diberikan kepada Ka'ab bin Zuhair bin Abi Salma, seorang penyair terkenal Muhadramin (penyair dua zaman yaitu Jahiliyyah dan Islam). Riwayat pemberian burdah oleh Rasulullah saw kepada Ka'ab bin Zuhair dimulai ketika Ka'ab selalu menggubah syair yang mengejek-ejek Nabi saw dan para sahabat. Karena rasa jiwanya terancam, ia lari bersembunyi untuk melindungi diri dari kemarahan para sahabat. Ketika terjadi penaklukan Makkah, saudara Ka'ab yang bernama Bujair bin Zuhair mengutus surat kepadanya yang isinya antara lain menganjurkan Ka'ab agar pulang bertobat dan bertemu Rasulullah saw.

 Setelah memahami isi surat itu, Ka'ab pun pulang ke rumah dan bertobat. Ka'ab lalu berangkat menuju Madinah. Melalui Abu Bakar as-Siddiq, Ka'ab menyerahkan diri kepada Rasulullah saw. Ka'ab mendapat penghormatan yang tinggi dari Rasulullah saw sampai beliau melepaskan burdahnya dan diberikan kepada Ka'ab. Ka'ab kemudian menggubah sebuah qasidah yang dikenal dengan nama Qasidah Burdah. Qasidah ini ditulis dengan indah oleh seorang ahli kaligrafi, Hasyim Muhammad al-Baghdadi dalam kitab kaligrafinya yang berjudul Qawaid al-Khat al-Arabi. Burdah yang diberikan oleh Rasulullah saw kepada Ka'ab kemudian menjadi milik keluarga Ka'ab sampai ia dibeli oleh Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan dengan harga dua puluh ribu dirham. Burdah itu kemudian dibeli pula oleh Khalifah Abu Ja'far al-Mansur dari dinasti Abbasiyah dengan harga empat puluh ribu dirham. Burdah itu selanjutnya dipakai pada setiap kali shalat hari raya oleh khalifah dan kemudian menjadi tradisi turun-temurun.



Manuskrip qasidah burdah yang ditulis tangan

 Diringkas sehingga bagaimana Qasida Burdah ini menjadi terkenal dimulai saat Imam al-Busiri tiba-tiba jatuh sakit dan terserang penyakit Syalal (lumpuh). Menurut catatan ahli tanggal, ia lumpuh separuh badan. Tabib-tabib yang terkemuka gagal mengobati penyakitnya. Dalam kondisi kesakitan dan tidak berdaya, Imam al-Busiri mengarang qasidah yang terkait dengan Nabi Muhammad saw. Qasidah-qasidah ini disusun dengan begitu indah dan diulang-ulang oleh Imam al-Busiri. Puncaknya, pada satu malam ketika Imam al-Busiri tertidur, ia bermimpi melagukan qasidah-qasidah yang dikarangnya di depan Baginda Rasulullah saw sendiri. Rasulullah saw dalam mimpi tersebut begitu gembira dan menyukai qasidah tersebut, lantas beliau mengusap muka Imam al-Busiri dengan kedua tangan beliau yang mulia. Rasulullah saw juga menyentuh bagian tubuh Imam al-Busiri yang lumpuh dan memakaikan Imam al-Busiri dengan burdah beliau.

Setelah tersadar dari mimpi tersebut, Imam al-Busiri menemukan ia tidak lagi lumpuh! Imam al-Busiri dengan segera keluar dari tempatnya untuk menceritakan kisahnya kepada orang lain. Ia bertemu dengan seorang pemuda yang bertanya kepadanya, "Syeikh, bawakan kepadaku qasidah-qasidah yang telah kau karang pada Nabi SAW." Terkejut dengan permintaan pemuda tersebut, Imam al-Busiri bertanya, "Dimanakah Anda mengetahui tentang qasidah yang kukarang? Aku tidak pernah menceritakannya maupun melagukannya kepada siapapun!! "Jawab pemuda tersebut,

 "Aku bermimpi malam tadi bahwa Nabi SAW didendangkan dengan qasidah-qasidah yang cukup indah yang memuji beliau. Aku lihat beliau begitu gembira dan menyukai qasidah tersebut dan memakaikan pakaian beliau (burdah) kepada orang yang melagukan qasidah tersebut ... Dan aku melihatmu dalam mimpiku! "

 Sejak saat itu, Qasidah Burdah yang dikarang oleh Imam al-Busiri menjadi masyhur. Anak-anak Islam pada zaman silam diajarkan tentangnya dan menjadi nasyid harian. Bahkan banyak di antara 'ulama Islam seperti Ibnu Hajar Haithami yang menganggap harus untuk mempelajari qasidah ini untuk siswa ilmu Islam untuk memupuk kecintaan terhadap baginda Rasulullah SAW. Selain dari Qasidah Burdah, sebuah lagi qasidah yang sangat terkenal yang ditulis oleh Imam al-Busiri adalah Qasidah Mudariyya.

الحمد لله والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله وعلى آله وسلم تسليماً كثيراً

Tidak ada komentar:

Posting Komentar