Laman

Tampilkan postingan dengan label allah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label allah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Maret 2013

PENYAKIT HATI


DUA Penyakit dalam DIRI INSAN :

- Penyakit Raga (tubuh ) Penyakit ini tidaklah mendatangkan madhorot atas seseorang kecuali di dunianya yang fana saja yang tidak lama segera sirna, serta tubuhnya yang telah menjadi sasaran penyakit akan hancur luluh dalam waktu yang cepat. Apalagi penyakit tubuh itu sebenarnya amat berfaedah bagi seseorang dalam agama dan akhiratnya karena sebagai pengingat untuk DIRI mengerti ketidak berdayaan diri dan menjadi Sebab diri mengingat bahwa diri Harus mengenal dan terpanggil oleh Allah, 
Di samping banyak faedah dan manfaat lainnya yang segera ataupun pada waktu mendatang, sesuai dengan yang disebutkan dalam berbagai ayat dan hadist tentang HIKMAH yang disediakan pada penyakit dan bencana yang menimpa tubuh INI


- Penyakit HATI lebih mengganggu dan lebih berbahaya dan sangatlah sulit Obatnya Bahkan bisa lebih parah dan lebih buruk daripada penyakit-penyakit tubuh ditinjau dan berbagai segi dan arah karena penyakit HATI ini hanya Orang-Orang Yang 'arif yang bisa menunjukkanNya , karena penyakit Ini tidak bisa di koreksi dengan alat apapun kecuali dengan Kacamata para Orang yang di pilih oleh allah menunjukkanNya ( MURSYID ) 

Efek dari penyakit Hati Yang paling merugikan dan paling besar dan teramat berbahaya ialah penyakit HATI yang mendatangkan Madhorot atas seseorang dalam agamanya bahkan lebih parahnya lagi merusak sekelilingnya serta bisa menimbulkan permusuhan di antara UMAT beragama,

Jauhnya Hati dari penyakit Ini adalah suatu modal menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan penyakit Hati ini adalah Jalan menuju Kahncuran & menimbulkan kerusakan bagi dunia & akhiratnya.

Senin, 25 Februari 2013

MANUSIA : basyar, ins, insan, naas, anam


Al-Qur’an diturunkan sebagai rahmat dan hidayah bagi umat manusia. Sudah barang tentu ia tidak akan lalai menggambarkan dan menjelaskan jatidiri manusia yang sebenarnya, agar mereka mengerti dan tidak keliru bersikap. Sungguh, kesalahan-kesalahan terbesar yang menimpa berbagai pemikiran dan filsafat seringkali berawal dari kesalahan definisi atau cara pandang terhadap jatidiri manusia ini.

Definisi “manusia” sendiri telah menjadi obyek perdebatan klasik dalam khazanah pemikiran umat manusia. Mungkin, pertanyaan tentang “siapa aku” sudah setua kehadiran manusia itu sendiri, dan berbagai jawaban telah begitu banyak diberikan. Terkadang, satu sama lain saling bertentangan secara diametral dan tak terjembatani.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana Al-Qur’an mendefinisikan “manusia”? 

Sesuai dengan tradisi Islam, sebagaimana dijelaskan sebenarnya ada dua cara untuk memformulasikan sebuah definisi, yaitu hadd ( الحد ) dan rasm ( الرسم ). 
Yang pertama berarti spesifikasi yang tepat atau ringkas tentang karakteristik khas dari sesuatu hal, sedangkan yang terakhir berarti deskripsi sifat dari sesuatu hal. Menurut beliau, perbedaan ini menunjukkan bahwa ada hal-hal yang dapat kita definisikan secara khusus mengenai bagaimana tepatnya dan karakteristiknya yang khas, dan ada pula hal-hal yang mana kita tidak bisa terlalu memastikannya, namun kita hanya dapat memastikan dengan menggambarkan sifat-sifatnya. 

Walaupun sebagian pemikir muslim merumuskan hadd manusia dalam kalimat al-hayawan an-nathiq (hewan yang berpikir), namun – dengan melihat cara Al-Qur’an mendefinisikan manusia – definisi ini belum mencakup keseluruhan karakternya. Dalam hal ini, Al-Qur’an menggunakan rasm dengan menggambarkan sifat-sifat “manusia”, salah satunya dengan memakai istilah berbeda untuk menyebut mereka, yaitu: basy`r, ins, insan, naas, dan anam. Masing-masing istilah ini menunjuk kepada kualitas dan entitas tertentu dalam diri mereka. Mari kita kaji satu persatu.

Pertama, basyar ( البشر ). Disebutkan dalam Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an, bahwa istilah ini berasal dari kata dasar basyarah ( البشرة ), artinya bagian permukaan kulit, sedangkan adamah ( الأدمة ) adalah bagian dalamnya. Manusia disebut dengan basyar karena kulit mereka lebih banyak terlihat di permukaan tubuhnya dibanding rambut, berbeda dengan hewan yang umumnya lebih banyak ditutupi bulu, rambut, dan wool. Dari kata dasar yang bermakna “kulit” ini pula muncul istilah mubasyarah ( المباشرة ), artinya persentuhan kulit dengan kulit secara langsung, dan bangsa Arab memakainya sebagai kiasan dari hubungan suami istri. Kabar gembira juga disebut dengan bisyarah ( البشارة ) dan busyra ( البشرى ), karena ketika seseorang bergembira maka darah menyebar ke seluruh kulitnya sehingga tampak nyata perubahannya, terutama pada wajah. Dengan demikian, ketika manusia disebut basyar dalam bahasa Arab, yang dimaksud adalah entitas fisik yang makan, minum, berjalan di pasar, beranak-pinak, berubah dari kecil menjadi dewasa, dan akhirnya mati. Basyar adalah manusia secara biologis dan fisiologis; sebagai materi di alam raya ini. Ini pula inti gugatan kaum kafir kepada para Nabi yang dikirim kepada mereka, karena secara fisik mereka adalah basyar, makhluk berbadan wadak seperti umatnya. Hanya saja, mereka mendapatkan wahyu dari Allah, dan inilah yang membuat mereka berbeda dari manusia lainnya. Kata basyar muncul 35 kali di dalam Al-Qur’an.

Kedua, ins ( الإنس ). Menurut Dr. ‘Aisyah ‘Abdurrahman Bintu Syathi’ dalam Maqal Fil Insan, kata ini selalu mucul beriringan dengan kata jinn ( الجن ) di dalam Al-Qur’an, sebagai dua istilah yang saling berlawanan; dan jumlahnya ada 18 tempat. Secara bahasa, ins berarti jinak, akrab, ramah, menyenangkan; dan kesan ini berkebalikan dengan istilah jinn yang artinya “tertutup” atau “tersembunyi”, sehingga menimbulkan kesan liar, misterius, menakutkan. Kata ins juga merupakan lawan dari nufur ( النفور ), yakni lari menjauh. Bagian dari seekor hewan yang menjadi tempat paling mudah ditunggangi, yakni punggung, disebut dengan insiyyu ( إنسي ); demikian pula bagian belakang busur yang menghadap ke pemanah. 

Syeikh Raghib al-Ashfahani mengatakan bahwa manusia disebut dengan ins karena mereka tidak bisa hidup tanpa saling akrab dan membantu satu sama lain; atau karena manusia cenderung akrab dengan segala sesuatu yang biasa dilakukannya. Jadi, istilah ins ini merujuk kepada karakter umum jenis manusia yang saling membantu, akrab, dan ramah. Manusia sebagai ins adalah “makhluk sosial” yang cenderung tinggal di keramaian, membentuk keluarga dan kelompok, bekerjasama, dst. Inilah fitrah manusia yang telah Allah tanamkan, berkebalikan dengan bangsa jin yang suka tempat-tempat sunyi, penyendiri, dan cenderung jahat. Jika kita membandingkan sifat-sifat alami manusia dengan sifat-sifat asasi jin – misalnya, yang dijelaskan Al-Qur’an dalam surah al-Jinn – maka kita akan memahami seberapa besar perbedaan diantara kedua makhluk ini, meskipun ada titik-titik persamaan diantara mereka.

Ketiga, insan ( الإنسان ). Analisis yang dilakukan Bintu Syathi’ terhadap penggunaan istilah ini di 65 tempat dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa – secara bahasa – insan memang memiliki akar yang sama dengan ins, namun apa yang ditunjuk olehnya bukan lagi karakter umum seperti sudah disebutkan diatas. Dalam Al-Qur’an, kata insan selalu bermakna kenaikan menuju tingkatan yang membuatnya cakap menjadi khalifah di muka bumi, serta sanggup memikul konsekuensi taklif dan amanah kemanusiaan. Sebab, ia telah diistimewakan dengan ilmu, bayan, akal, dan tamyiz (kemampuan memilah). 

Kenyataan ini disertai dengan aneka rintangan yang pasti menghadangnya berupa ujian baik maupun buruk, fitnah lalai karena merasa kuat dan mampu, ditambah perasaan sebagai makhluk yang menempati posisi tertinggi di alam semesta sehingga bisa menyeretnya menuju kesombongan dan ujub. Perasaan inilah yang seringkali menjerumuskan manusia (insan) dan membuatnya lupa bahwa ia pada dasarnya makhluk yang lemah, yang sedang menempuh kehidupan dunia dari alam tak dikenal menuju alam gaib. Dengan kata lain, ketika disebut sebagai insan, maka yang dimaksud adalah kualitas-kualitas spesifik dan istimewa dalam diri manusia yang membuatnya layak menerima kekhilafahan, taklif, dan dilebihkan diatas malaikat.

Pendeknya, manusia sebagai insan adalah makhluk yang secara sengaja didesain untuk mencicipi pahala dan siksa, karena telah dipersiapkan sedemikian rupa untuk menanggung taklif.

Keempat, naas ( الناس ). Dijelaskan dalam Lisanul ‘Arab, bahwa kata ini berasal dari nawasa ( نوس ), artinya bergerak, tidak menetap pada satu keadaan, bimbang. Aslinya adalah anas ( أناس ), lalu diringankan menjadi naas ( الناس ). Di dalam Al-Qur’an, istilah naas biasanya disebut secara tersendiri, atau menjadi kebalikan dari jinnah (bangsa jin), misalnya dalam surah an-Naas. 

Salah seorang raja Yaman ada yang digelari Dzu Nuwas, karena memiliki dua kepang / kuncir rambut yang bergerak-gerak di pundaknya, atau di punggungnya. Ranting pohon yang kecil dan mudah bergerak ditiup angin disebut dengan yanus ( ينوس ), dan bangsa Arab menyebut seseorang yang tidak bisa tenang / diam sebagai nawwas ( نواس ). Banyak istilah-istilah lain yang berakar dari sini dan seluruhnya mengandung makna tidak tetap atau terus bergerak, seperti nuwwas (sesuatu yang digantung di langit-langit), nuwas (bekas jaring laba-laba yang telah lama ditinggalkan), nuwasi (setandan anggur yang panjang), dll.  

Menurut Bintu Syathi’, kata naas muncul sekitar 240 kali dalam Al-Qur’an, dan biasanya dipakai untuk menyebut spesies makhluk bernama “manusia” secara umum. Tampaknya, ketika manusia disebut dengan naas, yang ditunjuk adalah kecenderungan mereka untuk terus berubah, bergerak, tidak menetap pada satu keadaan, atau berkembang dan dinamis. Mungkin, ini pula yang menjadi rahasia mengapa istilah naas diperlawankan dengan jinnah, sebab bangsa jin cenderung statis dan tidak berkembang kehidupannya. Wallahu a’lam.

Kelima, anam ( الأنام ). Menurut az-Zabidi dalam Tajul ‘Arus, bentuk dasarnya adalah anama ( أنم ), dan ada yang menyatakan pula bahwa aslinya adalah wanama ( ونم ), menjadi wanam ( ونام ), lalu diringankan menjadi anam ( أنام ), artinya: mengeluarkan suara dari dalam dirinya sendiri. Bangsa Arab menggunakan istilah ini untuk menunjuk semua makhluk yang ada di permukaan bumi, termasuk manusia. Di dalam Al-Qur’an, kata ini muncul sekali dalam surah ar-Rahman: 10, dan menurut para mufassir berarti bangsa jin ( الجن ) dan manusia ( الإنس ) sekaligus. Jadi, istilah ini sesungguhnya tidak spesifik menunjuk pada manusia saja.

Singkatnya, Al-Qur’an berusaha menjelaskan kepada kita misteri dan hakikat diri kita sendiri dengan menggambarkan sifat-sifat asasi yang sudah Allah tanamkan. Dapat kita mengerti dari sini bahwa manusia adalah makhluk yang secara fisik berbeda tampilannya dengan hewan pada umumnya, dan ia bisa berbicara atau mengeluarkan suara dari dalam dirinya sendiri. Sedangkan menurut fitrahnya, manusia digambarkan cenderung bersifat ramah, akrab, saling menolong, dinamis, terus bergerak, dan selalu memperbaiki diri, yang mana kualitas-kualitas inilah yang memungkinkan mereka untuk dibekali ilmu, bayan, akal, dan tamyiz yang membuat mereka cakap mengemban kekhilafahan, taklif, dan amanah-amanah lainnya di muka bumi. 

Wallahu a’lam.

Senin, 18 Februari 2013

SUNGGUH TERAMAT BANYAK SEKALI KELALAIAN KITA


SUNGGUH TERAMAT BANYAK SEKALI KELALAIAN KITA MENUNAIKAN KEWAJIBAN DALAM BERSYUKUR AKAN NIKMAT-NIKMAT ALLAH SWT 

Maha suci Allah yang melimpahkan karunia hikmah pada pribadi - pribadi yang terpilih dan Janganlah sampai kita menjadi orang -orang yang yang syirik lahir batin serta kufur akan nikmatnya dan durhaka pada anak'' dan orang tua kita karena tidak mengajarkan nasehat-nasehat yang dicontohkan Allah dalam al-furqon. Karena sejatinya tujuan penciptaan manusia adalah hanya untuk menyembah-Nya, dan tujuan utama dari suatu pendidikan adalah menjadikan anak-anak kita sebagai manusia mulia, yakni manusia yang bertakwa pada Allah Ta’ala


وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya
(QS. Al Isro’ : 23).


وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak
(QS. An Nisa’: 36).


قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak
(QS. Al An’am: 151).


اذا اوصل الحق تعالي اليك نعمة علي يد انسان سواء كانت دينية او دنيوية فعليك في ذالك وظيفتان ا حدهما أنتشهد انفراد الله تعالي بذالك فلا ترين النعمة الا منه وحده وهذا هو حق التوحيد


Ketika allah mendatangkan kepadamu kenikmatan atas tangan insan baik kenikmatan itu berupa kenikmatan seperti yang diniyah (agamawi) atau pun kenikmatan Duniawi maka di wajibkan atasmu untuk membersihkan keduanya Adapun yang pertama dirimu (insan) harus beri'tiqad dalam penyaksian mu pada saat terpisahnya allah ta'ala pada kedua nikmat itu maka janganlah engkau melihat kedua nikmat itu kecuali melihatmu bahwasanya kedua nikmat itu dari allah dan dari keESAanNya semata .

قال تعالي

Nasehat untuk selalu bersyukur kepada Allah



وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: 
Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji
(QS. Lukman: 12)

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ


Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb-mereka
(al-ann'am : 1)

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ


Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia



وَالَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ مَا أَمَرَاللهُ بِهِ اَنْ يُوْصَلَ ﴿ الرعد :۲۳ 

Dan orang-orang yang menyambung (penyampai) perkara yang Allah Ta’ala perintahkan untuk manyambungnya yaitu silaturrahim

والثانية انتشكر من وصلت اليك علي يده بأن تدعوله وتثني عليه امتثالا لأمرالله تعالي وعملا بما جاءت به الشريعة 

Yang kedua supaya dirimu selalu berterima kasih pada siapa saja yang telah menyampaikan semua Nikmat yang datang kepadamu dengan mendoakan serta memuji orang tersebut karena itu itba' atau mengikuti perintah allah dan mengamalkan perkara yang datang kepadamu secara syari'at

========================================
قال تعالي

وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا

dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu.

Dan pengagungan (penghormatan) kepada kedua orangtua merupakan kelaziman dari pengagungan kepada Allah, oleh karena itu Allah menggandengkan perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua dengan pengESAan Allah dan beribadah kepadaNya, maka barangsiapa yang tidak memanfaatkan (kesempatan ini) untuk berbuat baik kepada mereka berdua, terlebih lagi jika mereka berdua telah jompo, maka dia sangat layak dan pantas untuk dihinakan dan direndahkan.

وَوَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ


Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. 
(QS. Lukman 31:14)


وَوَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْراً

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.
(QS. Al Ahqoof 46:15)



Ibumu (yang selama sembilan bulan) mengandungmu dalam keadaan lemah, dan semakin bertambah kelemahannya, dengan kesakitan yang selalu dialaminya, semakin engkau tumbuh maka semakin terasa berat yang dirasakannya dan semakin lemah tubuhnya. Kemudian tatkala akan melahirkanmu ia mempertaruhkan nyawanya dengan sakit yang luar biasa, ia melihat kematian dihadapannya namun ia tetap tegar demi engkau. 
Maka di wajibkan kepadamu

{ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً }

Berbuat baiklah pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya 

“Berbuat ihsan (kebaikan) kepada kedua orangtua bisa dengan perkataan, bisa dengan perbuatan, dan bisa dengan harta. Dengan perkataan misalnya ia berkata kepada mereka dengan perkataan mulia yang penuh lemah lembut…dengan perbuatan misalnya dengan membantu mereka dan mengerjakan perkara-perkara yang berkaitan dengan kemaslahatan mereka. 

Membantu dengan fisik seperti jika mereka berdua lemah maka ia membantu (membopong) mereka bahkan tatkala mereka hendak tidur atau hendak berdiri dan tatkala hendak duduk…dan dengan harta yaitu wajib bagi sang anak untuk berbuat baik kepada orangtua dengan mengorbankan hartanya yaitu dengan memberi mereka nafkah untuk seluruh yang mereka butuhkan, seperti pakaian, makanan, minuman, tempat tinggal jika ia mampu untuk melakukannya

Tatkala engkau lahir dan berada di sisinya maka hilanglah semua rasa sakit itu, ia memandangmu dengan penuh kasih sayang, ia meletakkan segala harapannya kepadamu. Kemudian ia bersegera sibuk mengurusmu siang dan malam dengan sebaik-baiknya dipangkuannya, makananmu adalah susunya, rumahmu adalah pangkuannya, kendaraanmu adalah kedua tangannya. 

Ia rela untuk lapar demi mengenyangkanmu, ia rela untuk tidak tidur demi menidurkanmu, ia mendahulukan kesenanganmu di atas kesenangannya. Ia sangat sayang kepadamu, sangat mengasihimu.


وقال رسول الله من لم يشكر القليل لم يشكر الكثير ومن لم يشكر الناس لم يشكر الله 

Dan rosululloh saw bersabda : Siapa saja yang tidak bersyukur atas rezeki yang sedikit maka dia tidak akan bisa bersyukur ata rezeki yang banyak , dan siapa saja yang tidak mau bersyukur pada sesama manusia maka dia tidak bisa bersyukur pada allah .

Senin, 28 Januari 2013

TERJEMAH MATAN SAFINATUN NAJAH V



BAB V : "ZAKAT"



فصل الأموال التي تلزم فيها الزكاة ستة أنواع: النعم والنقدان والمعشرات وأموال التجارة ، وواجبها ربع عشر قيمة عروض التجارة والركاز والمعدن


(Fasal Satu)

Harta yang wajib di keluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu:
1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi makanan pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang.




BAB VI : "PUASA"




فصل يجب صوم رمضان بأحد أمور خمسة : (أحدها ) بكمال شعبان ثلاثين يوما (وثانيها) برؤية الهلال في حق من رآه وان كان فاسقا (وثالثا) بثبوته في حق من لم يره بعدل شهادة (ورابعا) بإخبار عدل رواية موثوق به سواء وقع في القلب صدق أم لا أوغيره موثوق به إن وقع في القلب صدقه (وخامسها) بظن دخول رمضان بالإجتهاد فيمن اشتبه عليه ذلك .


(Fasal Satu)

Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30 hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.




فصل شروط صحته أربعة أشياء : إسلام وعقل ونقاء من نحو حيض وعلم بكون الوقت قبلا للصوم .


(Fasal Kedua)

Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.




فصل شروط وجوبه خمسة اشياء : اسلام وتكليف وإطاقة وصحه وإقامة .


(Fasal Ketiga)

Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).


Selanjutnya

Sabtu, 26 Januari 2013

HALUSNYA PEMIKIRAN PARA SUFI



 اَشْهَدُ اَنْ لا اِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله وَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله – رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
وَجَعَلنَا الَّيلَ لِباسًا وَجَعَلنَا النَّهارَ مَعاشًا
“Dan Kami jadikan malam itu (sebagai) pakaian. Dan Kami jadikan siang itu tempat penghidupan”.
Dalam khazanah sufi (tasawuf) jika seorang ingin mencapai mahabbah kepada sang Kholiq, manusia tersebut harus melalui beberapa tingkatan maqam. Maqom adalah tahapan adab (etika) seorang hamba dalam wushul kepada-Nya dengan macam-macam upaya, di-wujud-kan dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas. 
 Dasar pemikiran Seluruh pengamal Tasawuf selalu dilandasi al-hadis dan al-qur’an 
وَمَن كانَ فى هٰذِهِ أَعمىٰ فَهُوَ فِى الءاخِرَةِ أَعمىٰ وَأَضَلُّ سَبيلًا
“Dan barang siapa yang buta (tidak melihat allah) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). (Surah Al-Isra, ayat 72). 
Buta mata yang di kepala tetapi buta mata yang di hati yang menghalangi seseorang dari melihat cahaya hari akhirat allah yang maha dzohir dan Batin , maha awal dan maha akhir.
فَإِنَّها لا تَعمَى الأَبصٰرُ وَلٰكِن تَعمَى القُلوبُ الَّتى فِى الصُّدورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta (tidak memahami antara bashiroh & bashornya allah tidak terpisah), tetapi yang buta yaitu mata hati yang di dalam dada” (Surah Hajj, ayat 46).

إِنَّ الَّذينَ يَتلونَ كِتٰبَ اللَّهِ وَأَقامُوا الصَّلوٰةَ وَأَنفَقوا مِمّا رَزَقنٰهُم سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرجونَ تِجٰرَةً لَن تَبورَ

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan tijaroh yang tidak akan merugi (Surah Fatir, ayat 29)
  تعلموا من العلم ما شئتم.
 Pelajarilah ilmu yang kalian sukai
لكل شيئ طريق وطريق الجنة العام.
Segala sesuatu memiliki jalan dan jalan menuju surga adalah ilmu. 
 وان لواستقاموا على الطريقة لاسقيناهم ماء غدقا
Dan apabila orang-orang muslim itu istiqomah dalam mengerjakan amaliyah thoriqohNya maka Aku (allah) pasti akan menganugrahkan Rahmatku kepadanya tanpa ada hentinya.  
هلاك أمتى فى شيئين: ترك العلم وجمع المال.
 Kehancuran Ummatku ada pada dua perkara:
1. meninggalkan ilmu.
2. mengumpulkan harta 
Pembagian Alam ada empat bagian : 
1- Alam atau dunia jasad – tanah, air, api dan angin merupakan jisim dalam alam ini.
2- Alam makhluk rohani – malaikat, jin, mimpi dan kematian, Pahala & siksa Allah – Tujuh taman surga dan keadilan Allah – tujuh neraka. 
3- Alam huruf, nama-nama indah bagi sifat-sifat Allah, dan Lauh Tersembunyi (Loh Mahfudz) yang menjadi sumber dasar kepada perintah-perintah Allah semata . 
4- Alam Dzat Allah Yang Maha Suci, alam yang tidak boleh digambarkan atau dijelaskan dengan Bahasa karena pada alam ini atau dalam tahap ini tidak ada perkataan, nama-nama, sifat-sifat atau persamaan. Tiada siapapun yang tahu kecuali Allah  yang mengetahuinya (Laa ta’yun).  selanjutnya Buka disini

السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه










Banyak orang merasa kenyang / puas/ pintar diri dari ilmu sehingga berhenti atau enggan belajar.




Sayyidina Ali bin Abi Tholib menyatakan:

ما ازددت علما الا ازددت حهلا

Aku tidak bertambah ilmu kecuali aku bertambah bodoh


عرفت شيئا و غابت عنك الاشيا ء

Engkau mengetahui sesuatu yang sedikit,sementara lepas darimu sesuatu yang banyak.




اَللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِيْ دِيْنِنَا وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا اَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا


“Ya Alloh,jangan Engkau jadikan musibah kami dalam agama kami,jangan jadikan dunia sebagai cita besar kami.”


فَوَاللهِ لَا الْفَقْرَ اَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ اَخْشَى عَلَيْكُمْ اَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلىَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَا فَسُوْهَا كَمَا تَنَا فَسُوْهَا فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا اَهْلَكَتْهُمْ 

“Demi Alloh,tidak kefeqiran yang kami khawatirkan kepadamu.Tetapi aku khawatir manakala engkau dibentangkan dunia ini pada kami sebagaimana dahulu dunia dibentangkan kepada orang-orang sebelum kami .Maka kami akan bersaing dan berebutan sebagaimana mereka,dan dunia itu menghancurkan Kami sebagaimana dunia menghancurkan mereka.”

اِحْرِصْ عَلَى الْمَوْتِ تُوْهَبْ لَكَ الْحَيَاةْ

Bersemangatlah untuk mati ,niscaya di berikan kepadamu hidup

Dalam soal ini prinsip kita tetap bergantung (i'timad) kepada Allah sebagai al Musabbib.Namun prinsip hikmah dan siyasah dakwah ialah dalam rangka membangun, membentuk,dan melahirkan sumberdaya manusia yang layak dikader,dibina dan dibimbing (takwinur rijal). Menumbuhkan kader-kader yang siap berkorban,siap menerima dirinya untuk teguh,ulet dan sabar,siap untuk dicontoh,siap untuk mengerahkan segenap kemampuan ,siap untuk berderma dan siap untuk Berjuang dengan Cinta kasih





العلم بلا غيرة جا مد





“Ilmu tanpa dilandasi semangat yang bergelora maka ia serasa beku,mati ”


قف دون رأيك في الحياة مجا هدا # ان الحياة عقيد ة وجها د

“Bangkitalah engkau berjuang membela pendirian.Sesungguhnya hidup ini keyakinan dan perjuangan” 

 semangat dalam kepasrahan Usaha bersamaan dengan Tawakkal




Hanya karena Alloh semata semua usaha ini diupayakan.Dia Maha Melihat dan sebaik-sebaik  yang memberi balasan.Semoga pengabdian sederhana kepada Murobbi dan dakwahnya ini senantiasa mendapat inayah dan pertolongan-Nya.Semoga usaha ini menjadi amal jariyah yang diridlo-Nya. Allohumma aamiin…
Adapaun buih itu,maka ia akan hilang sebagai sesuatu yang tak berharga.Adapun yang member manfa’at kepada manusia,maka ia akan tetap di bumi.Demikianlah Alloh membuat perumpamaan-perumpamaan…  QS. Ar-Ro’d: 17